Matahari mulai meredup. Barisan semut
mulai bersiap berjuang mempertahankan hidup dan komunitasnya. Ceceran gulali
masih berserakan di meja makan. Para semut riang gembira menyambut pesta
gulali. Kapten semut menyiapkan barisan. Semua pasukan semut bersiap berangkat
menyerbu gulali.
"Langkah tegak maju, jalan!"
Seru Kapten Semut mengarahkan pasukannya.
Satu persatu semut berjalan maju menuju
pusat gulali. Pasukan Semut berjalan berbaris rapi layak pasukan militer.
"Kapten, kita akan serbu gulali dengan
seribu pasukan. Apakah cukup?" Seru Ko Kapten.
Dengan tegas Kapten mengangkat tangan dan
mengacungkan jempol. Pertanda Kapten memercayai bahwa dengan seribu pasukannya
sangat cukup untuk menyerbu gulali. Pasukan semut berjalan menempuh waktu
kurang lebih satu jam untuk sampai di lokasi gulali berada. Perjalanan para
semut menempuh rute yang cukup sulit dilewati. Kekompakan, kerjasama, dan
gotong royong para semut membuat perjalanan yang sulit menjadi mudah. Semut
yang mengalami cedera saat perjalanan pun ditandu rekan semut lainnya.
"Pasukan! Berhentiiiiii gerak!" di
tengah perjalanan Sang Kapten menghentikan pasukannya.
"Ada apa kapten?" seru Ko
Kapten.
Kapten menjelaskan pada Ko Kapten dan para
pasukan bahwa di depan ada ranjau kapur bagus yang sangat berbahaya. Jika para
pasukan melewatinya maka berakhir sudah hidup mereka. Akhirnya Kapten membuat
jalur alternatif. Jalur yang cukup terjal dan curam. Tidak sedikit semut yang
berjatuhan dan gugur di perjalanan. Semut yang gugur pun tetap ditandu oleh
pasukan lainnya.
“Kapten, sepertinya jalur alternatif ini
terlalu berat untuk dilewati. Lihatlah, di depan sudah terlihat genangan air,”
ucap Ko Kapten mengingatkan.
“Baiklah, kita istirahat sejenak di sini.”
“Pasukan! Berhenti graak!”
Sambil beristirahat, Kapten mengajak
pasukan semut untuk bermusyawarah. Memutuskan untuk tetap melewati jalur
alternatif atau memutar arah. Namun jika memutar arah, ranjau kapur bagus sudah
siap menghadang mereka.
“Kita akan kehabisan banyak waktu jika
harus memutar arah, Kapten!” seru semut temperamen.
“Tapi, kalau kita tetap melanjutkan perjalanan
lewat jalur aternatif ini, sudah ada genangan air yang terlihat di depan mata,
kita tidak akan sanggup berenang sampai ke ujung,” ucap Ko Kapten.
Genangan air itu adalah teras rumah yang dipenuhi
air hujan. Sementara untuk sampai ke meja makan mereka harus melewati teras
rumah samping, lalu memotong jalur melalui jendela samping kemudian baru mereka
bisa sampai di tempat tujuan.
“Baiklah, aku punya ide cemerlang.” Sang Kapten
mengulas senyum di bibirnya.
***
Setelah sang Kapten menyampaikan idenya,
seluruh pasukan semut bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Mereka terlihat
bersemangat sekali untuk dapat segera sampai di meja makan dan membawa gulali pulang
ke sarang mereka.
“Hati-hati! Karena kita berjalan di
dinding, kalian harus berhati-hati menjaga keseimbangan agar tidak jatuh ke
genangan air itu!” Seru Kapten mengingatkan.
Satu per satu pasukan semut berjatuhan
karena tidak kuat menahan angin yang begitu kencang. Ditambah lagi karena
mereka harus membawa pasukan lain yang berguguran di tengah perjalanan. Semua dilakukan
dengan semangat gotong royong dan kerjasama. Sang Kapten memimpin dengan baik,
jika menemui lubang di tengah perjalanan, sang Kapten akan memberi aba-aba
kepada pasukan untuk berbelok arah. Jalanan menanjak, menurun, banyak lubang di
sana sini, serta terjangan angin tak menyurutkan niat mereka untuk segera
sampai di meja makan untuk mengambil gulali.
Setelah sekian lama menempuh perjalanan yang
menantang, akhirnya pasukan semut tiba di meja makan. Serta merta mereka
menyerbu gulali yang berceceran di sana. Mereka bergotong royong membawa gulali
tersebut. Meskipun banyak halangan dan rintangan namun kerjasama yang baik
dapat membawa mereka pada tujuan yang ingin dicapai yaitu pesta gulali. Mereka kini
harus menempuh perjalanan pulang dengan rute yang sama seperti rute berangkat
tadi.
“Stop!” tiba-tiba sang Kapten menghentikan
pasukan.
“Ada apa Kapten? Apakah ada jalan
berlubang lagi di depan?” tanya ko Kapten.
“Lihat di bawah, ada teman kita yang
membutuhkan pertolongan!” sang Kapten menunjuk ke arah semut kecil berada.
Semut kecil tersebut terlihat sedang berenang menuju dinding.
“Kita akan bantu teman kita untuk dapat
sampai ke jalan ini!”
“Siap Kapten!” seru seluruh pasukan semut
dengan lantang.
Mereka segera menuju tempat semut kecil
itu berada. Mereka bahu membahu mengulurkan tangan untuk menolong semut kecil
agar dia dapat menjangkau permukaan dinding untuk mendarat. Tak sedikit pun
mereka mengeluh atau meninggalkan teman mereka.
“Satu, dua, tiga!” Kapten memberi aba-aba kepada
para pasukan untuk mengerahkan tenaga mereka saat menarik semut kecil yang
berusaha naik ke permukaan dinding dengan bersusah payah.
“Satu, dua, tiga!”
“Horree!” teriak semua pasukan semut saat
mereka berhasil menarik semut kecil untuk sampai ke permukaan dinding.
“Terimakasih Kapten, berkat pertolongan
Kapten dan semua teman-teman, aku bisa selamat.”
“Mari kita lanjutkan perjalanan ke sarang
kita! Tetap semangat ya guys!” Kapten mengobarkan semangat bagi para
pasukannya.
***
Perjalanan pulang yang harus mereka tempuh
tidak sampai satu jam karena sudah hafal jalan untuk pulang ke sarang.
Sesampainya di sarang, mereka menurunkan gulali yang mereka bawa. Pun dengan
pasukan-pasukan yang berguguran di perjalanan tadi, mereka diturunkan dari
tandu dan kemudian dikuburkan secara massal. Seusai menguburkan pasukan-pasukan
yang gugur tadi, seluruh pasukan semut memulai pesta makan gulali bersama-sama
di sarang mereka.
“Mari makan! Ini untuk kerja keras kita guys…”
seru Kapten sambil mengangkat tongkat komandonya.
Keren
ReplyDeleteWeee laaa daa laaa,,,rame pisan critane iki ,,,ketika semut makan berpesta pora,,,ada yg baca doa ngga yaa,,,ky kita kita kalau mo makan mesti baca doa dulu,,,hehe (mazale)
ReplyDelete